Suku Mee Deiyai, Sangat Motif Membuat Dan Mengukir Perahu Secara Tradisional Dari Beberapa Jenis Tumbuhan Pohon
Sumber: Photo Facebook |
WISATA DEIYAI-Perjalanan sejarah suku Mee Deiyai dari dahulu hingga kini, memiliki pandangan yang kuat terutama mengenai lintas pemahaman budaya Mee. Budaya Mee di kategorikan dengan tata sosial, nilai-nilai dan normat adat, tingkahlaku masyarakat, serta seni budaya yang di buat atau di ukir seperti noken anggrek, koteka dan moge, amapa kagamapa (Gelang tangan lengan atas), yato agiya (noken besar), membuat dan mengukir perahu dari beberapa jenis pohon serta lainnya.
Dari salah satu seni budaya Mee Deiyai yang populer adalah membuat dan mengukir perahu dari tumbuhan pohon. Pada dasarnya, masyarakat Mee Deiyai telah terbiasa dengan keadaan tersebut dan mengtahui larangan yang berlaku pada saat proses pembuatan perahu, seperti dilarang membuang gas angin di atas perahu yang sedang dalam proses pembuatan, dilarang meletakan makanan yang panas (Ubi jalar Papua), dilarang melanggar perahu yang sedang dibuat sebanyak tujuh kali, dilarang melakukan hubungan intim dan sebagainya.
Beberapa jenis tumbuhan pohon dalam bahasa Mee yang dapat digunakan pembuatan perahu adalah Pohon amo, tipa, dokea, digi, obai, onage, dan lain-lainnya. Inilah bahan pokok utama membuat sebuah perahu yang berkwalitas untuk meletakan di danau Tigi.
Proses penebangan pohon bisa sampai tiga atau empat hari dan sedangkan untuk proses pembuatan dan ukiran selama tiga minggu dua hari lamanya, serta perkirakan bisa sampai satu bulan tiga hari. Pembuatan perahu dapat dilakukan oleh seseorang dan juga bisa lebih dari itu. Apabila seseorang itu, memiliki pekerjaan luar maka seorang teman atau sahabatnya akan membantu untuk menyelesaikan bilamana adanya saling komunikasi antar sesama.
Bahan atau alat yang sangat di butuhkan adalah bahan makan unruk sarapan pagi, siang dan sore sebelum pulang dari tempat kerja dan air minum yang secukupnya, serta untuk alat yang harus wajib membawa dalam proses pembuatan perahu adalah kapak, paran, pisau, pahat ukir untuk kayu.
Setelah selesai membuat sebuah perahu dapat di tinggalkan selama seminggu dengan pengecekan sehari-hari atau dua hari sekali dan menjemur di terik matahari bila di tempat tersebut memiliki terik matahari yang cukup baik. Selama proses penjemuran hal yang harus di perhatikan adalah jangan sampai ada orang luar datang dan menghancurkan, melempar, memotong hasil buatan yang telah dibuat. Sehingga kontrol sangat penting setelah membuat sebuah perahu.
Dengan demikian sebelum proses persiapan membawa atau memikul perahu, komunikasi antar sesama sangat penting untuk saling tolong menolong dalam aksi bersamaan untuk membawa perahu pada besok harinya. Sehingga hal yang sangat di pentingkan juga adalah tarian adat dan lagu daerah yang biasa di sebut komauga. Komauga adalah lagu adat suku Mee Deiyai yang digunakan pada saat membawa perahu, maka lagu beserta tarian tersebut cukup memberikan inspirasi untuk suku Mee dalam melakukan aksi bersama.
Perahu tersebut bertujuan untuk meletakan di danau Tigi sebagai mencari ikan untuk memenuhi nafkah keluarga dan untuk berlayar ke belahan sekitar danau Tigi serta melakukan aktivitas lainnya. Sangat uniknya seni budaya Mee Deiyai dalam mencapai pelestarian bangsa pada era global dan modern demi membangun citra anak-anak bangsa.
By: Natalis Bukega
Tidak ada komentar
Terimakasih atas kunjungan anda di Blog ini dan jangan lupa untuk berkomentar.